Hukum Sholat Jumat (Bag II) Khutbah Jumat dan Amalan Setelah Sholat Jumat
1. Apakah khutbah Jumat adalah syarat pelaksanaan Ibadah Sholat Jumat?
Jawab: Ya, khutbah Jumat 2 kali sebelum sholat (Jumat) adalah syarat sah
pelaksanaan ibadah sholat Jumat. karena Nabi shollallaahu ‘alaihi
wasallam dalam ibadah sholat Jumat tidak pernah meninggalkannya.
Pendapat yang menyatakan bahwa khutbah Jumat adalah syarat dalam
pelaksanaan ibadah sholat Jumat adalah pendapat Imam 4 madzhab (Abu
Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i, dan Ahmad) yang hampir merupakan ijma’
(kesepakatan) seluruh Ulama’. Hanya Hasan al-Bashri yang menyelisihi
pendapat tersebut. ( Bisa dilihat pada Khutbatul Jum’ah wa Ahkaamuhal
Fiqhiyyah karya Dr. Abdul Aziz bin Muhammad bin Abdillah al-Juhailaan
dengan taqdim dari Syaikh Sholih bin Abdil Aziz Aalu Syaikh).
عَنْ
جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ يَخْطُبُ قَائِمًا ثُمَّ يَجْلِسُ ثُمَّ يَقُومُ
فَيَخْطُبُ قَائِمًا فَمَنْ نَبَّأَكَ أَنَّهُ كَانَ يَخْطُبُ جَالِسًا
فَقَدْ كَذَبَ فَقَدْ وَاللَّهِ صَلَّيْتُ مَعَهُ أَكْثَرَ مِنْ أَلْفَيْ
صَلَاةٍ
“Dari Jabir bin Samurah bahwasanya
Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam berkhutbah dalam keadaan
berdiri kemudian beliau duduk kemudian berdiri berkhutbah. Barangsiapa
yang memberitahukan kepadamu bahwa beliau duduk ketika berkhutbah,
sungguh ia telah berdusta. Demi Allah aku telah sholat bersama beliau
lebih dari 2000 sholat” (H.R Muslim)
2. Bagaimana tata cara khutbah Jumat?
Jawab:
Jika Khotib telah datang, maka ia naik ke atas mimbar mengucapkan salam
menghadap ke arah hadirin, kemudian duduk. Selanjutnya muadzin
mengumandangkan adzan Jumat sampai selesai. Kemudian Khotib mulai
berkhutbah dengan suara keras dalam keadaan berdiri. Dimulai bacaan
pujian kepada Allah, bersholawat kepada Nabi. Inti dari materi khutbah
adalah memberikan peringatan dan nasehat yang menyentuh dan menggerakkan
hati para hadirin untuk semakin takut, ingat, dan bersyukur kepada
Allah. Akan lebih baik jika pada khutbah tersebut terdapat hal-hal
berikut:
a. Anjuran untuk bertaqwa kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’ala
b. Membaca meski cuma satu ayat AlQuran
c. Berdoa untuk pemerintah dan kaum muslimin secara umum (pada khutbah ke-2)
Khutbah dilakukan 2 kali, dipisahkan dengan duduk di antaranya.
Khotib hendaknya bertumpu/ berpegangan pada suatu tongkat atau semisalnya ;
شَهِدْنَا فِيهَا الْجُمُعَةَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى عَصًا أَوْ قَوْسٍ فَحَمِدَ
اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ كَلِمَاتٍ خَفِيفَاتٍ طَيِّبَاتٍ مُبَارَكَاتٍ
“Kami mengikuti sholat Jumat bersama
Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam, beliau berdiri dengan
bersandar pada tongkat atau busur panah, kemudian beliau memuji Allah
dan memujaNya, menyampaikan kalimat-kalimat yang ringan, baik, dan
banyak keberkahan (H.R Abu Dawud dari al-Hakam bin Hazn, al-Hafidz Ibnu
Hajar menyatakan bahwa sanad hadits ini hasan, dishahihkan oleh Ibnus
Sakan dan Ibnu Khuzaimah).
Semestinya khotib juga menghadapkan wajahnya ke arah depan, tidak
banyak menoleh ke arah kanan atau kiri, tidak banyak menggerakkan atau
memberi isyarat dengan tangannya. Khotib hendaknya menjauhi penyampaian
materi khutbah yang tidak ada kaitannya dengan tujuan khutbah Jumat
diadakan. Khutbah juga tidak semestinya terlalu panjang sehingga
membosankan, tidak pula terlalu pendek sehingga tidak ada faidah ilmu
dan penambahan iman bagi jamaah.
3. Apakah diharuskan membaca doa pada saat khutbah?
Jawab:
Tidak diharuskan membaca doa pada saat khutbah, namun disunnahkan. Pada
saat berdoa dalam khutbah, seorang Khotib tidak diperbolehkan mengangkat
tangan sebagaimana dalam doa-doa lainnya, namun sekedar memberi isyarat
dengan jari telunjuk.
عَنْ عُمَارَةَ بْنِ رُؤَيْبَةَ أنه رَأَى بِشْرَ بْنَ مَرْوَانَ عَلَى
الْمِنْبَرِ رَافِعًا يَدَيْهِ (زاد أبو داود : وَهُوَ يَدْعُو فِي يَوْمِ
جُمُعَةٍ) فَقَالَ: ( قَبَّحَ اللَّهُ هَاتَيْنِ الْيَدَيْنِ لَقَدْ
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا يَزِيدُ
عَلَى أَنْ يَقُولَ بِيَدِهِ هَكَذَا وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ
الْمُسَبِّحَةِ (رواه مسلم وأبو داود)
Dari Umaroh bin Ruaybah bahwasanya
ia melihat Bisyr bin Marwan mengangkat tangannya ketika berada di atas
mimbar (dalam lafadz Abu Dawud: ‘pada saat berdoa hari Jumat), maka
beliau berkata: Semoga Allah menjelekkan kedua tangan tersebut, sungguh
aku telah melihat Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam tidaklah
menambah kecuali hanya begini (beliau mengisyaratkan dengan jari
telunjuk” (H.R Muslim dan Abu Dawud).
Imam anNawawi berkata: Dalam hadits ini terkandung dalil bahwa yang
disunnahkan pada saat berdoa dalam khutbah adalah tidak mengangkat
tangan. Ini adalah pendapat Malik dan Sahabat-sahabat kami (madzhab
Asy-Syafi’i). Namun, untuk pelaksanaan doa pada istisqo’ yang bertepatan
dengan Jumat, maka disunnahkan mengangkat tangan bagi Imam ketika
berdoa sesuai hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik.
Hadits tersebut menunjukkan disyariatkannya berdoa dalam khutbah,
terbukti dengan persaksian Umaroh bin Ruaybah bahwa ia pernah melihat
Nabi berdoa mengisyaratkan dengan jari telunjuk pada saat berkhutbah.
Sedangkan hadits yang menyatakan bahwa Nabi senantiasa berdoa untuk
kaum mukminin dan mukminat pada setiap khutbah Jumat adalah hadits lemah
riwayat al-Bazzar. Al-Hafidz Ibnu Hajar mengisyaratkan kelemahan itu
dalam kitab Bulughul Maram. Karena hadits tersebut lemah, maka membaca
doa dalam khutbah bukanlah suatu keharusan (bukan rukun ataupun
kewajiban khutbah).
4. Apakah khutbah Jumat harus dalam bahasa Arab?
Jawab:
Khutbah Jumat tidak harus menggunakan bahasa Arab jika memang para
hadirin adalah orang-orang yang tidak memahami pembicaraan dalam bahasa
Arab. Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman :
مَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ
“Tidaklah kami mengutus Rasul kecuali dengan menggunakan bahasa kaumnya untuk menjelaskan kepada mereka” (Q.S Ibrahim:4)
Namun untuk ayat-ayat AlQur’an yang dibaca, seharusnya membaca
sebagaimana lafadz aslinya, barulah kemudian diterjemahkan. Tidak
seperti sebagian khotib yang membaca ayat-ayat AlQuran hanya dengan
terjemahannya saja (disarikan dari penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholih
al-Utsaimin dalam asy-Syarhul Mumti’).
5. Seseorang yang baru datang pada saat Imam sudah naik ke atas mimbar, apa yang seharusnya dia lakukan?
Jawab:
إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَلْيَتَجَوَّزْ فِيهِمَا
“Jika datang seseorang pada hari
Jumat, sedangkan Imam sedang berkhutbah, maka hendaknya dia sholat 2
rokaat dan meringkasnya” (H.R Muslim)
Al-Imam Asy-Syafi’i dan Ahmad berdalil dengan hadits ini bahwa
seseorang yang masuk masjid dalam keadaan Imam sedang berkhutbah, maka
hendaknya ia sholat tahiyyatul masjid terlebih dahulu. Jika seseorang
tiba di masjid saat telah dikumandangkan adzan pada saat Imam sudah di
atas mimbar, hendaknya ia segera sholat 2 rokaat, tidak menunggu
selesainya adzan, karena yang lebih diutamakan adalah upaya agar bisa
menyimak khutbah dari sejak awal (Fatwa Syaikh Sholih al-Fauzan).
Adapun jika datangnya pada saat adzan pertama, tidak mengapa ia
menunggu dan menjawab ucapan muadzin sampai selesai sebagaimana terdapat
keutamaan mengucapkan ucapan sebagaimana ucapan muadzin, kemudian
barulah ia melakukan sholat 2 rokaat tahiyyatul masjid dengan ringkas.
إِذَا سَمِعْتُمْ النِّدَاءَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ الْمُؤَذِّنُ
“Jika kalian mendengar adzan, maka ucapkanlah sebagaimana ucapan muadzin” (Muttafaqun ‘alaih).
6. Apa saja yang harus dan yang tidak boleh dilakukan oleh hadirin yang mendengarkan khutbah Jumat?
Jawab:
يَحْضُرُ الْجُمُعَةَ ثَلَاثَةٌ فَرَجُلٌ حَضَرَهَا يَلْغُو فَذَاكَ
حَظُّهُ مِنْهَا وَرَجُلٌ حَضَرَهَا بِدُعَاءٍ فَهُوَ رَجُلٌ دَعَا اللَّهَ
عَزَّ وَجَلَّ فَإِنْ شَاءَ أَعْطَاهُ وَإِنْ شَاءَ مَنَعَهُ وَرَجُلٌ
حَضَرَهَا بِإِنْصَاتٍ وَسُكُوتٍ وَلَمْ يَتَخَطَّ رَقَبَةَ مُسْلِمٍ
وَلَمْ يُؤْذِ أَحَدًا فَهِيَ كَفَّارَةٌ إِلَى الْجُمُعَةِ الَّتِي
تَلِيهَا وَزِيَادَةُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَقُولُ { مَنْ
جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا }(رواه أحمد, وأبو داود,
وابن خزيمة و البيهقي )
“Tiga macam orang yang hadir pada
sholat Jumat: (pertama) seseorang yang hadir dalam keadaan melakukan
hal-hal yang sia-sia, maka itulah bagiannya (kesia-siaan), (kedua)
seseorang yang hadir Jumat dengan berdoa kepada Allah Azza Wa Jalla,
jika Allah kehendaki, Allah beri, jika Allah kehendaki Allah tahan
(terkabulnya doa tsb), dan (ketiga) seseorang yang hadir dalam keadaan
diam, tenang dan tidak menyerukan dan memisahkan di antara dua muslim
yang duduk, dan tidak menyakiti siapapun, maka itu adalah penebus dosa
sampai Jumat selanjutnya dengan tambahan 3 hari, karena Allah berfirman:
barangsiapa yang berbuat satu kebaikan, maka ia mendapat 10 kali lipat
semisalnya (Q.S al-An’aam:160)(H.R Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, dan
alBaihaqy, dihasankan oleh Syaikh al-Albaany).
Yang harus dilakukan oleh orang yang menghadiri Jumat adalah dia diam
dan mendengarkan khutbah dengan baik. Sedangkan hal-hal yang tidak
boleh dilakukan:
Tidak boleh ia berbicara kepada siapapun, termasuk menyuruh diam orang
yang berbicara, membalas salam hadirin yang baru datang, atau
mengucapkan yarhamukallaah ketika ada yang bersin, tidak boleh menyibak
di antara 2 orang (melangkahi pundak hadirin yang duduk). Tidak boleh
pula menyakiti jamaah yang lain, dalam bentuk apapun, seperti menduduki
sebagian pakaian atau anggota tubuh jamaah yang lain, atau menimbulkan
bau tubuh/ pakaian yang tidak sedap, dan gangguan-gangguan yang lain
(Lihat Aunul Ma’bud syarh Sunan Abi Dawud).
Dalam kondisi mendesak atau dibutuhkan hadirin/ makmum boleh
berbicara untuk kemaslahatan, seperti membenarkan bacaan Khotib yang
salah dalam membaca ayat al-Quran yang berakibat kesalahan makna.
Demikian juga, boleh bagi Imam untuk berbicara kepada seorang hadirin
untuk suatu kemaslahatan, misalkan jika pengeras suara mengalami
gangguan dan perlu sedikit pembenahan (penjelasan Syaikh al-Utsaimin
dalam Syarhul Mumti’)
7. Jika Khotib menyebutkan tentang Nabi, apakah makmum juga disunnahkan membaca sholawat?
Jawab : Syaikh Bin Baz menjelaskan bahwa tidak mengapa seseorang makmum
mengaminkan doa atau mengucapkan sholawat pada saat mendengar khutbah
jika disebutkan nama Nabi. karena hal itu bukan termasuk laghwun
(kesia-siaan), namun dengan suara yang tidak keras. Jika ia diam, juga
tidak mengapa. karena saat khutbah adalah saat yang diperintahkan makmum
untuk diam dan menyimak. Yang dilarang adalah mengaminkan dan membaca
sholawat dengan suara yang keras (Majmu’ Fataawa Bin Baz juz 30 halaman
242).
8. Apakah jika Khotib membaca doa, makmum yang mendengarkan doa juga mengaminkan dan mengangkat tangan?
Jawab: Makmum mengaminkan dengan suara yang cukup didengar oleh dirinya
sendiri (tidak dikeraskan) dengan tidak mengangkat tangan (penjelasan
Syaikh Sholih alFauzan dalam al-Mulakhkhosh al-Fiqhiy)
Demikian juga penjelasan Imam anNawawi dalam Syarh Shohih Muslim
9. Seseorang mengantuk ketika mendengarkan khutbah, apakah ia
harus berwudlu’ lagi? Apa yang sebaiknya dilakukan oleh orang tersebut?
Jawab:
Mengantuk bisa membatalkan wudlu’, bisa juga tidak membatalkan.
Batasannya adalah: jika dalam kondisi mengantuk tersebut ia sempat
tertidur sampai jika seandainya ia berhadats, ia tidak merasakan, maka
mengantuk yang demikian membatalkan wudlu’ (pendapat Syaikhul Islam Ibn
Taimiyyah, dinukil Syaikh al-Utsaimin dalam Syarhul Mumti’).
Seseorang yang mengantuk sebaiknya berpindah tempat selama masih
memungkinkan untuk berpindah dan perpindahan itu tidak mengganggu orang
lain dan tidak menyibak/melangkahi pundak orang yang duduk.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَلْيَتَحَوَّلْ مِنْ
مَجْلِسِهِ ذَلِكَ
Dari Ibnu Umar dari Nabi
shollallaahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: Jika salah seorang dari
kalian mengantuk pada hari Jumat, maka hendaknya berpindah dari tempat
duduknya tersebut” (H.R Abu Dawud, atTirmidzi dan al-Hakim dalam
al-Mustadrak, adz-Dzahaby menyatakan bahwa hadits tersebut sesuai dengan
syarat (Imam) Muslim).
10.Apakah sebaiknya Khotib merangkap sebagai Imam, atau Imam sholat adalah Imam rowatib pada masjid tersebut?
Jawab:
Sebaiknya Khotib adalah juga sebagai Imam jika hal tersebut memang
dimaklumi oleh Imam rowatibnya, karena memang dalam hadits-hadits yang
shohih, Nabi menyebut khotib yang berkhutbah sebagai Imam. di antaranya
pada hadits-hadits:
إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَلْيَتَجَوَّزْ فِيهِمَا
“Jika datang seseorang pada hari
Jumat, sedangkan Imam sedang berkhutbah, maka hendaknya dia sholat 2
rokaat dan meringkasnya” (H.R Muslim)
إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ
“Jika engkau berkata kepada temanmu :
‘diamlah’, pada hari Jumat sedangkan Imam sedang berkhutbah, maka
engkau telah melakukan kesia-siaan” (Muttafaqun ‘alaih)
Namun jika Imam rowatib berpendapat bahwa dialah yang lebih berhak untuk
menjadi Imam, karena keumuman dalil yang ada. janganlah seseorang
khotib memaksakan dirinya untuk menjadi Imam sholat Jumat, karena
Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَا يُؤَمُّ الرَّجُلُ فِي سُلْطَانِهِ
“Janganlah seseorang diimami dalam kekuasaannya (tanpa seijinnya)”(H.R atTirmidzi, anNasaai).
11. Bagaimana tata cara sholat Jumat?
Jawab : Sholat Jumat adalah 2 rokaat setelah dilakukan 2 kali khutbah
Jumat, dengan tata cara seperti sholat 2 rokaat yang lain, hanya saja
bacaan Al-Fatihah dan surat AlQuran yang dibaca Imam dibaca dengan suara
keras (jahriyyah).
12. Surat apa yang disunnahkan dibaca dalam sholat Jumat?
Jawab: Surat yang disunnahkan dibaca dalam sholat Jumat adalah :
a. Surat al-Jumu’ah pada rokaat pertama dan surat al-Munafiquun pada rokaat kedua (hadits riwayat Muslim dari Ibnu Abbas), atau
b. Surat al-A’laa (Sabbihisma Robbikal A’la) pada rokaat pertama dan
al-Ghosyiyah pada rokaat kedua (hadits riwayat Muslim dari an-Nu’man bin
Basyiir)
Kalau seandainya Imam membaca selain surat-surat tersebut, tidak mengapa.
13. Bagaimana jika seseorang masbuq atau ketinggalan sholat Jumat, apa yang harus dilakukannya?
Jawab:
Seseorang yang masbuq dalam sholat Jumat ada beberapa keadaan:
a. Dia mendapati Imam dalam keadaan ruku’ di rokaat pertama, atau
mendapati Imam dalam keadaan sebelumnya (sempat mendapatinya dalam
keadaan berdiri), maka ia salam bersama Imam.
b. Dia mendapati Imam sudah melewati masa bangkit ruku’ menuju I’tidal
di rokaat pertama sampai pada keadaan Imam belum bangkit dari ruku’ di
rokaat kedua, maka ia menambah kekurangan sholatnya 1 rokaat.
c. Di mendapati sholat dalam keadaan Imam sudah melewati masa bangkit
ruku’ di rokaat kedua maka ia tidak terhitung mendapatkan 1 rokaat pun
bersama Imam, sehingga ia tambah 4 rokaat.
Ibnu Mas’ud menyatakan:
مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الْجُمُعَةِ فَلْيُصَلِّ إِلَيْهَا أُخْرَى ، وَمَنْ لَمْ يُدْرِكَ الرُّكُوعَ فَلْيُصَلِّ أَرْبَعًا
“Barangsiapa yang mendapati satu
rokaat Jumat hendaknya ia sholat (kekurangan rokaat) yang lain.
Barangsiapa yang tidak mendapatkan ruku’, hendaknya ia sholat 4
rokaat”(riwayat Ibnu Abi Syaibah).
14. Apakah ada sholat sunnah setelah sholat Jumat? Berapa rokaat?
Jawab: Ya, jika seseorang sholat sunnah setelah sholat Jumat di masjid
maka ia lakukan 4 rokaat dengan 2 salam, sebagaimana hadits:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ الْجُمُعَةَ فَلْيُصَلِّ
بَعْدَهَا أَرْبَعًا
Dari Abu Hurairah beliau berkata
Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Jika salah seorang
dari kalian sholat Jumat, maka hendaknya ia sholat setelahnya 4 rokaat
(H.R Muslim).
Jika ia melakukannya di rumah (sepulang dari masjid) maka hendaknya ia lakukan 2 rokaat ;
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يُصَلِّي بَعْدَ الْجُمُعَةِ رَكْعَتَيْنِ فِي بَيْتِهِ
Dari Ibnu Umar beliau berkata adalah
Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam sholat setelah Jumat dua
rokaat di rumahnya (H.R Abu Dawud, atTirmidzi, anNasaai, Ahmad. Al-Iraqy
menyatakan bahwa sanad haditsnya shahih).
Pembagian keadaan 4 rokaat jika di masjid dan 2 rokaat jika di rumah
tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, dan
dinukil oleh Ibnul Qoyyim dalam Zaadul Ma’aad. Sedangkan Imam Ahmad
berpendapat: siapa yang mau, ia bisa melakukan 2 rokaat, atau 4 rokaat,
atau 6 rokaat. Mana saja yang ia pilih, itu sesuai dengan yang pernah
dilakukan Nabi (Lihat Taudhihul Ahkaam karya Syaikh Aalu Bassam juz 2
halaman 235)
15. Apakah setelah sholat Jumat disunnahkan membaca AlFatihah 7x, al-Ikhlas 7x, al-Falaq 7x, dan anNaas 7x ?
Jawab:
Terdapat suatu hadits yang menyatakan:
من قرأ بعد صلاة الجمعة : قل هو الله أحد ، و قل أعوذ برب الفلق ، و قل
أعوذ برب الناس سبع مرات ، أعاذه الله عز وجل من السوء إلى الجمعة الأخرى
Barangsiapa yang membaca setelah
selesai sholat Jumat: Qul huwallaahu Ahad, Qul A’udzu birobbil falaq dan
Qul A’udzu birobbinnaas 7 kali Allah akan melindunginya dari keburukan
sampai Jumat selanjutnya (riwayat IbnusSunni dalam Amalul Yaum Wallailah
dari Aisyah).
Namun hadits ini lemah, sebagaimana diisyaratkan oleh AlHafidz Ibnu
Hajar. Di dalam perawinya ada al-Kholil bin Murroh yang sangat lemah dan
dikatakan sebagai munkarul hadits oleh Imam AlBukhari. Hadits ini juga
tidak bisa dikuatkan dengan jalur lain yang mursal dari Makhul. Karena
selain kemursalannya, terdapat perawi Farj bin Fadholah yang dinyatakan
juga munkarul hadits oleh Imam AlBukhari serta Ibnu Hibban
menyatakantidak boleh berhujjah dengannya. Karena itu, tidak disunnahkan
membaca bacaan tersebut. Syaikh Sholih al-Fauzan menjelaskan bahwa
bacaan dzikir yang disunnahkan dibaca selepas sholat Jumat adalah
sebagaimana bacaan dzikir selepas sholat fardlu yang lain.
Wallaahu A’lam .
Referensi :
1. Al Qur'anul Karim
2. Oleh Ustadz Kharisman
(Disampaikan Ba’da Isya’ di Masjid AnNuur Perum PJB Paiton Rabu malam Kamis 20 Dzulhijjah 1430 H/ 9 Desember 2009)