Jumat, 18 Mei 2012

Syarah Bulughul Maram - Kitab Thoharoh (bag.II) (LDK - Stikes FA Lubuklinggu)

Syarah Bulughul Maram - Kitab Thaharah (bagian Kedua )

Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullah- :
كِتَابُ الطَّهَارَةِ

( Kitab Thaharah )
Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullah-:

كِتَابُ الطَّهَارَةِ
 

( Kitab Thaharah )

Syarah:
Definisi Kitab
Berkata Ibnul Mulaqqin dalam ‘Al-I’lam bifawa`idi ‘umdatil ahkam 1135 “yang dimaksud dengan kitab (adalah) apa-apa yang mengumpulkan beberapa bab yang semuanya kembali pada satu pokok”. Lihat juga Nailul Author karya Asy-Syaukany 123.


Definisi Thaharah
Thaharah secara bahasa adalah berbersih dan bersuci dari kotoran-kotoran. Lihat Al-I’lam 1135, Nailul Author 123 dan Al-Mubdi’ Karya Ibnu Muflih 130. Adapun secara istilah, menurut Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah, Thaharah digunakan dalam dua makna:


Pertama: Thaharah Maknawiyah, yaitu membersihkan hati dari kesyirikan dalam beribadah kepada Allah dan membersihkannya dari penipuan dan kedengkian kepada para hamba-hamba Allah yang beriman. 

Thaharah Maknawiyah inilah yang merupakan asal dalam thaharah dan Thaharah Maknawiyah lebih umum dari thaharah badan bahkan thaharah badan tidak mungkin terwujud selagi najis kesyirikan masih mengotori Thaharah Maknawiyah. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا الْمُشْرِكُوْنَ نَجَسٌ
“Sesungguhnya kaum musyrikin itu adalah najis”. (Q. S. At-Taubah: 28).
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa ’ala alihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَا يَنْجُسُ
“Sesungguhnya seorang mukmin tidaklah najis”. (HSR. Muttafaqun ‘alaihi dari Abu Hurairah). 

Kedua: Thaharah Hissiyah, yaitu Thaharah badan.
Lihat: Asy-Syarah Al-Mumti’ 119 dan Fathu dzil Jalaly wal Ikram bi Syarah Bulughul Maram hal. 39-40, keduanya karya Syaikh Ibnu ‘Utsaimin.

Demikian makna thaharah secara umum. Adapun dalam bab fiqh, thaharah yang diinginkan adalah Thaharah Hissiyah. Karena itulah definisi thaharah dalam uraian ‘ulama fiqh kebanyakannya seputar Thaharah Hissiyah. Berkata Imam An-Nawawy dalam Al-Majmu’ syarah Al-Muhadzhab 1123: “Thaharah dalam istilah ahli fiqh adalah menghilangkan hadats, najis atau apa-apa yang semakna dengan keduanya dan di atas bentuknya. ”

Dan Ibnu Mulaqqin dalam Al-I’lam 1136 memandang bahwa definisi thaharah yang paling baik dan paling ringkas adalah: “Pekerjaan yang menjadikan diperbolehkannya sholat dengan (mengerjakan)nya. ” Berkata Ibnu Rusyd Al-Qurthuby dalam Bidayatul Mujtahid 17: “Kaum muslimin sepakat bahwa thaharah yang syar’i ada dua ; thaharah dari hadats dan thaharah dari najis. Dan mereka (kaum muslimin) sepakat bahwa thaharah dari najis tiga jenis ; wudhu, mandi, dan pengganti dari keduanya yaitu tayammum. “
Wajibnya Thaharah Untuk Shalat
 

Dalil dari Al-Qur`an, Sunnah dan Ijma’ (kesepakatan) ummat menunjukkan wajibnya ber- thaharah untuk shalat dan shalat tidaklah syah keculai dengan thaharah. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah muka kalian dan tangan kalian sampai dengan siku, dan sapulah kepala kalian dan (basuh) kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu”.

Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian shalat, sedang kalian dalam keadaan mabuk, sehingga kalian mengerti apa yang kalian ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kalian dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kalian mandi”.

Dan dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ’ala alihi wa sallam bersabda:
لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طَهُوْرٍ وَلَا صَدَقَةٌ مِنْ غَلُوْلٍ
“Tidaklah diterima sholat tanpa thaharah dan tidak pula shadaqah dari ghulul (curian dari harta rampasan perang). ” (H. S. R. Muslim).

Dan dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ’ala alihi wa sallam bersabda:
لَا يَقْبَلُ اللهُ صَلَاةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
“Allah tidak akan menerima sholat salah seorang dari kalian apabila ia berhadats sampai ia berwudhu. ” (H. S. R. Muttafaqun ‘alaihi). Adapun kesepakatan ummat terhadap hal di atas, telah dinukil oleh Ibnu Mundzir dalam Al-Ausath 1106, Ibnu Hubairoh dalam Al-Ifshoh 167 dan An-Nawawy dalam Syarah Muslim 31. 2.

Referensi bacaan :

www. an-nashihah. com/?page=artikel-detail&topik=&artikel=8
sumber: www. darussalaf. or. id, penulis: Al Ustadz Dzulqarnain Bin Muhammad Sanusi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar